BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Daerah lumbal terdiri atas Lumbal 1
sampai Lumbal 5 dan Lumbal 5 – Sakrum 1 yang paling besar menerima beban atau
berat tubuh sehingga daerah lumbal menerima gaya dan stress mekanikal paling
besar sepanjang vertebra (Bellenir K, 2008). Menurut The Healthy Back Institute
(2010), daerah lumbal merupakan daerah vertebra yang sangat peka terhadap
terjadinya nyeri pinggang karena daerah lumbal paling besar menerima beban saat
tubuh bergerak dan saat menumpuh berat badan. Disamping itu, gerakan membawa
atau mengangkat objek yang sangat berat biasanya dapat menyebabkan terjadinya
cidera pada lumbar spine.
Nyeri pinggang dapat disebabkan oleh
berbagai kondisi. Kondisi-kondisi yang umumnya menyebabkan nyeri pinggang
adalah strain lumbar, iritasi saraf, radiculopathy lumbar, gangguan pada tulang
(stenosis spinal, spondylolisthesis), kondisi-kondisi sendi dan tulang
(spondylosis), dan kondisi-kondisi tulang kongenital (spina bifida dan skoliosis)
(William C. Shiel Jr, 2009). Diantara kondisi tersebut, telah diobservasi bahwa
sekitar 90% pasien nyeri pinggang mengalami spondylosis lumbar (Jupiter
Infomedia, 2009). Sedangkan menurut Kelly Redden (2009), nyeri pinggang dibagi
atas 2 bagian yaitu mekanikal nyeri pinggang dan non-mekanikal nyeri pinggang.
Mekanikal nyeri pinggang terdiri dari lumbar strain/sprain, spondylosis lumbal,
piriformis syndrome, herniasi diskus, spinal stenosis, fraktur kompresi
osteoporotik, spondylolisthesis, fraktur traumatik, dan penyakit kongenital
(skoliosis). Diantara kondisi tersebut, spondylosis lumbal menduduki peringkat
kedua dengan persentase 10% dari mekanikal nyeri pinggang sedangkan lumbar
strain/sprain memiliki persentase terbanyak yaitu 70% dari mekanikal nyeri
pinggang.
Spondylosis lumbal
merupakan penyakit degeneratif pada corpus vertebra atau diskus
intervertebralis. Kondisi ini lebih banyak menyerang pada wanita. Faktor utama
yang bertanggung jawab terhadap perkembangan spondylosis lumbal adalah usia, obesitas,
duduk dalam waktu yang lama dan kebiasaan postur yang jelek. Pada faktor usia
menunjukkan bahwa kondisi ini banyak dialami oleh orang yang berusia 40 tahun
keatas. Faktor obesitas juga berperan dalam menyebabkan perkembangan
spondylosis lumbar (Jupiter Infomedia, 2009).
Spondylosis lumbal
merupakan kelompok kondisi Osteoarthritis yang menyebabkan perubahan
degeneratif pada intervertebral joint dan apophyseal joint (facet joint).
Kondisi ini terjadi pada usia 30 – 45 tahun namun paling banyak terjadi pada
usia 45 tahun dan lebih banyak terjadi pada wanita daripada laki-laki.
Sedangkan faktor resiko terjadinya spondylosis lumbar adalah faktor kebiasaan
postur yang jelek, stress mekanikal dalam aktivitas pekerjaan, dan tipe tubuh.
Perubahan degeneratif pada lumbar dapat bersifat asimptomatik (tanpa gejala)
dan simptomatik (muncul gejala/keluhan). Gejala yang sering muncul adalah nyeri
pinggang, spasme otot, dan keterbatasan gerak kesegala arah (Ann Thomson,
1991).
Problem nyeri, spasme
dan keterbatasan gerak dapat ditangani dengan intervensi fisioterapi. Berbagai
modalitas dapat digunakan untuk mengatasi problem tersebut. Pemberian Short
Wave Diathermy yang menghasilkan efek thermal dapat menurunkan nyeri dan spasme
otot. Adanya efek panas yang sedatif dapat merangsang ujung saraf sensorik dan
proprioseptor sehingga nyeri dan spasme otot lambat laun akan menurun (Hilary
Wadsworth, 1988). Kemudian pemberian William Flexion Exercise dapat
menghasilkan peningkatan stabilitas lumbal dan menambah luas gerak sendi pada
lumbal melalui peningkatan fleksibilitas dan elastisitas otot (Paul Hooper,
1999).
Daerah lumbal terdiri atas Lumbal 1
sampai Lumbal 5 dan Lumbal 5 – Sakrum 1 yang paling besar menerima beban atau
berat tubuh sehingga daerah lumbal menerima gaya dan stress mekanikal paling
besar sepanjang vertebra (Bellenir K, 2008). Menurut The Healthy Back Institute
(2010), daerah lumbal merupakan daerah vertebra yang sangat peka terhadap
terjadinya nyeri pinggang karena daerah lumbal paling besar menerima beban saat
tubuh bergerak dan saat menumpuh berat badan. Disamping itu, gerakan membawa
atau mengangkat objek yang sangat berat biasanya dapat menyebabkan terjadinya
cidera pada lumbar spine.
Nyeri pinggang dapat disebabkan oleh
berbagai kondisi. Kondisi-kondisi yang umumnya menyebabkan nyeri pinggang
adalah strain lumbar, iritasi saraf, radiculopathy lumbar, gangguan pada tulang
(stenosis spinal, spondylolisthesis), kondisi-kondisi sendi dan tulang
(spondylosis), dan kondisi-kondisi tulang kongenital (spina bifida dan skoliosis)
(William C. Shiel Jr, 2009). Diantara kondisi tersebut, telah diobservasi bahwa
sekitar 90% pasien nyeri pinggang mengalami spondylosis lumbar (Jupiter
Infomedia, 2009). Sedangkan menurut Kelly Redden (2009), nyeri pinggang dibagi
atas 2 bagian yaitu mekanikal nyeri pinggang dan non-mekanikal nyeri pinggang.
Mekanikal nyeri pinggang terdiri dari lumbar strain/sprain, spondylosis lumbal,
piriformis syndrome, herniasi diskus, spinal stenosis, fraktur kompresi
osteoporotik, spondylolisthesis, fraktur traumatik, dan penyakit kongenital
(skoliosis). Diantara kondisi tersebut, spondylosis lumbal menduduki peringkat
kedua dengan persentase 10% dari mekanikal nyeri pinggang sedangkan lumbar
strain/sprain memiliki persentase terbanyak yaitu 70% dari mekanikal nyeri
pinggang.
Spondylosis lumbal
merupakan penyakit degeneratif pada corpus vertebra atau diskus
intervertebralis. Kondisi ini lebih banyak menyerang pada wanita. Faktor utama
yang bertanggung jawab terhadap perkembangan spondylosis lumbal adalah usia, obesitas,
duduk dalam waktu yang lama dan kebiasaan postur yang jelek. Pada faktor usia
menunjukkan bahwa kondisi ini banyak dialami oleh orang yang berusia 40 tahun
keatas. Faktor obesitas juga berperan dalam menyebabkan perkembangan
spondylosis lumbar (Jupiter Infomedia, 2009).
Spondylosis lumbal
merupakan kelompok kondisi Osteoarthritis yang menyebabkan perubahan
degeneratif pada intervertebral joint dan apophyseal joint (facet joint).
Kondisi ini terjadi pada usia 30 – 45 tahun namun paling banyak terjadi pada
usia 45 tahun dan lebih banyak terjadi pada wanita daripada laki-laki.
Sedangkan faktor resiko terjadinya spondylosis lumbar adalah faktor kebiasaan
postur yang jelek, stress mekanikal dalam aktivitas pekerjaan, dan tipe tubuh.
Perubahan degeneratif pada lumbar dapat bersifat asimptomatik (tanpa gejala)
dan simptomatik (muncul gejala/keluhan). Gejala yang sering muncul adalah nyeri
pinggang, spasme otot, dan keterbatasan gerak kesegala arah (Ann Thomson,
1991).
Problem nyeri, spasme
dan keterbatasan gerak dapat ditangani dengan intervensi fisioterapi. Berbagai
modalitas dapat digunakan untuk mengatasi problem tersebut. Pemberian Short
Wave Diathermy yang menghasilkan efek thermal dapat menurunkan nyeri dan spasme
otot. Adanya efek panas yang sedatif dapat merangsang ujung saraf sensorik dan
proprioseptor sehingga nyeri dan spasme otot lambat laun akan menurun (Hilary
Wadsworth, 1988). Kemudian pemberian William Flexion Exercise dapat
menghasilkan peningkatan stabilitas lumbal dan menambah luas gerak sendi pada
lumbal melalui peningkatan fleksibilitas dan elastisitas otot (Paul Hooper,
1999).
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana prosedur
pelaksanaan teknik pemeriksaan pada Kasus Lumbal Sakrum dengan Klinis LBP ( Low Back
pain ) ?
2. Bagaimanakah kelebihan pemeriksaan menggunakan
proyeksi Antero Posterior dan Lateral ?
1.
Bagaimana prosedur
pelaksanaan teknik pemeriksaan pada Kasus Lumbal Sakrum dengan Klinis LBP ( Low Back
pain ) ?
2. Bagaimanakah kelebihan pemeriksaan menggunakan
proyeksi Antero Posterior dan Lateral ?
C. Tujuan Penulisan
1. Menambah pengetahuan tentang
teknik pemeriksaan radiografi LUMBAL SAKRUM Proyeksi AP(Antero- Posterior)
dan Lateral pada kasus LBP( Low Back Pain).
2. Dapat mengetahui dan melakukan
teknik pemeriksaan radiografi Lumbal Sakrum.
3. Sebagai bahan informasi dan
referensi bagi mahasiswa Akademi Rontgen.
4.
Mahasiwa dapat
Menentukan proyeksi pemotretan yang akan digunakan sesuai dengan formulir
permintaan foto dan kondisi pasien.
5.
Mahasiswa dapat
menerapkan kaidah proteksi radiasi dalam pemotretan Lumbal Sakrum.
1. Menambah pengetahuan tentang
teknik pemeriksaan radiografi LUMBAL SAKRUM Proyeksi AP(Antero- Posterior)
dan Lateral pada kasus LBP( Low Back Pain).
2. Dapat mengetahui dan melakukan
teknik pemeriksaan radiografi Lumbal Sakrum.
3. Sebagai bahan informasi dan
referensi bagi mahasiswa Akademi Rontgen.
4.
Mahasiwa dapat
Menentukan proyeksi pemotretan yang akan digunakan sesuai dengan formulir
permintaan foto dan kondisi pasien.
5.
Mahasiswa dapat
menerapkan kaidah proteksi radiasi dalam pemotretan Lumbal Sakrum.
D. Manfaat Penulisan
1.
Bagi Rumah Sakit khususnya Instalasi Radiologi
Dapat dipakai sebagai masukan dalam prosedur
pemeriksaan radiografi Lumbal Sakrum.
2. Bagi Penulis Dapat menambah pengetahuan penulis tentang bagaimana cara pemeriksaan Lumbal Sakrum
3. Bagi Akademik Dapat dipakai sebagai literatur tambahan dan bahan acuan untuk pemeriksaan
lebih lanjut tentang pemeriksaan Lumbal Sakrum.
1.
Bagi Rumah Sakit khususnya Instalasi Radiologi
Dapat dipakai sebagai masukan dalam prosedur
pemeriksaan radiografi Lumbal Sakrum.
2. Bagi Penulis Dapat menambah pengetahuan penulis tentang bagaimana cara pemeriksaan Lumbal Sakrum
3. Bagi Akademik Dapat dipakai sebagai literatur tambahan dan bahan acuan untuk pemeriksaan
lebih lanjut tentang pemeriksaan Lumbal Sakrum.
BAB II
PEMBAHASAN
a) Definisi Spondylosis Lumbal
Spondilo berasal dari bahasa Yunani
yang berarti tulang belakang. Spondilosis lumbalis dapat diartikan perubahan
pada sendi tulang belakang dengan ciri khas bertambahnya degenerasi discus intervertebralis
yang diikuti perubahan pada tulang dan jaringan lunak, atau dapat berarti
pertumbuhan berlebihan dari tulang (osteofit), yang terutama terletak di aspek
anterior, lateral, dan kadang-kadang posterior dari tepi superior dan
inferior vertebra centralis (corpus). Secara singkat, sponsylosis adalah
kondisi dimana telah terjadi degenerasi pada sendi intervertebral yaitu
antara diskus dan corpus vertebra dan ligamen (terutama ligamen flavum) (John
J. Regan, 2010).
Spondilo berasal dari bahasa Yunani
yang berarti tulang belakang. Spondilosis lumbalis dapat diartikan perubahan
pada sendi tulang belakang dengan ciri khas bertambahnya degenerasi discus intervertebralis
yang diikuti perubahan pada tulang dan jaringan lunak, atau dapat berarti
pertumbuhan berlebihan dari tulang (osteofit), yang terutama terletak di aspek
anterior, lateral, dan kadang-kadang posterior dari tepi superior dan
inferior vertebra centralis (corpus). Secara singkat, sponsylosis adalah
kondisi dimana telah terjadi degenerasi pada sendi intervertebral yaitu
antara diskus dan corpus vertebra dan ligamen (terutama ligamen flavum) (John
J. Regan, 2010).
b)
Anatomi
Kolumna vertebralis
atau rangkaian tulang belakang adalah sebuah struktur yang lentur yang dibentuk
oleh sejumlah tulang yang disebut vertebra atau ruas tulang belakang. Diantara
tiap dua ruas tulang pada tulang belakang terdapat bantalan tulang rawan
Panjang rangkaian tulang belakang pada orang dewasa dapat mencapai 57 – 67 cm.
Seluruhnya terdapat 33 ruas tulang, 24 buah diantaranya adalah tulang-tulang
terpisah dari 19 ruas sisanya bergabung membentuk 2 tulang. Kolumna vertebra
terdiri dari 7 vertebra servikal atau ruas tulang leher, 12 vertebra thorakal
atau ruas tulang punggung, 5 vertebra lumbal atau ruas tulang pinggang, 5
vertebra sacrum atau ruas tulang kelangkang, 4 vertebra koksigeus atau ruas
tulang tungging (Evelyn, 1999)
Dilihat dari samping
kolumna vertebralis memperlihatkan 4 (empat) kurva atau lengkung. Di daerah
vertebra servikal melengkung ke depan, daerah thorakal melengkung ke belakang,
daerah lumbal melengkung ke depan, dan di daerah pelvis melengkung ke belakang.
(Syaifuddin)
Anatomi yang akan
diuraikan dalam Karya Tulis Ilmiah ini merupakan anatomi yang berhubungan
dengan pemeriksaan Lumbosakral yang terdiri atas vertebra lumbal dan sakrum.
Kolumna vertebralis
atau rangkaian tulang belakang adalah sebuah struktur yang lentur yang dibentuk
oleh sejumlah tulang yang disebut vertebra atau ruas tulang belakang. Diantara
tiap dua ruas tulang pada tulang belakang terdapat bantalan tulang rawan
Panjang rangkaian tulang belakang pada orang dewasa dapat mencapai 57 – 67 cm.
Seluruhnya terdapat 33 ruas tulang, 24 buah diantaranya adalah tulang-tulang
terpisah dari 19 ruas sisanya bergabung membentuk 2 tulang. Kolumna vertebra
terdiri dari 7 vertebra servikal atau ruas tulang leher, 12 vertebra thorakal
atau ruas tulang punggung, 5 vertebra lumbal atau ruas tulang pinggang, 5
vertebra sacrum atau ruas tulang kelangkang, 4 vertebra koksigeus atau ruas
tulang tungging (Evelyn, 1999)
Dilihat dari samping
kolumna vertebralis memperlihatkan 4 (empat) kurva atau lengkung. Di daerah
vertebra servikal melengkung ke depan, daerah thorakal melengkung ke belakang,
daerah lumbal melengkung ke depan, dan di daerah pelvis melengkung ke belakang.
(Syaifuddin)
Anatomi yang akan
diuraikan dalam Karya Tulis Ilmiah ini merupakan anatomi yang berhubungan
dengan pemeriksaan Lumbosakral yang terdiri atas vertebra lumbal dan sakrum.
c) Vertebra Lumbal
Vertebralis lumbalis
atau ruas tulang pinggang adalah yang terbesar. Badannya lebih besar
dibandingkan badan vertebra lainnya dan berbentuk seperti ginjal. Prosesus
spinosusnya lebar, tebal, dan berbentuk seperti kapak kecil. Prosesus
transversusunya panjang dan langsing. Apophyseal joint dari lumbal lebih ke
posterior dari coronal plane, artikulasi ini dapat dilihat dengan posisi oblik.
Foramen intervertebralis dari lumbal berada ditengah dari sagital
plane.Vertebra lumbal terdiri dari dua komponen, yaitu komponen anterior yang
terdiri dari korpus, sedangkan komponen posterior yaitu arkus vertebralis yang
terdiri dari pedikel, lamina, prosesus transverses, prosesus spinosus dan
prosesus artikularis. Setiap dua korpus vertebra dipisahkan oleh discus intervertebralis
dan ditahan serta dihubungkan satu dengan yang lain oleh ligamentum. Foramina
vertebralis lumbalis berbentuk segitiga, ukurannya sedikit lebih besar dari
milik vertebra thorakalis tapi lebih kecil dari vertebra servikalis. Bagian
bawah dari medulla spinalis meluas sampai foramen vertebra lumbalis satu,
foramen vertebra lumbal lima hamya berisi kauda equina dan selaput – selaput
otak.
Prosesus transversus
berbentuk tipis dan panjang kecuali pada vertebra lumbal lima yang kuat dan
tebal. Berukuran lebih kecil daripada yang terdapat pada vertebra thorakalis. Prosesus
spinosus berbentuk tipis, lebar, tumpul dengan pinggir atas mengarah ke arah
bawah dank e arah dorsal. Prosesus ini dapat diketahui kedudukannya dengan cara
meraba atau palpasi. Prosesus artikularis superior meripakan fasies artikularis
yang sekung dan menghadap posteromedial, sebaliknya fasies artikularis
inferiornya cembung danmenghadap keanterolateralis (Ballinger,1995).
d)
Sakrum
Sakrum atau tulang kelangkang
berbentuk segitiga dan terletak pada bagian bawah kolumna vertebralis, terjepit
diantara kedua tulang inominata (atau tulang koxa) dan membentuk bagian
belakang rongga pelvis(panggul). Dasar dari sacrum terletak di atas dan
bersendi dengan vertebra lumbalis kelima dan membentuk sendi intervertebral
yang khas. Tepi anterior dari basis sacrum membentuk promontorium sakralis.
Kanalis sakralis
terletak dibawah kanalis vertebralis (saluran tulang belakang) dan memang
lanjutan daripadanya. Dinding kanalis sakralis berlubang-lubang untuk dilalui
saraf sacral. Prosesus spinosus yang rudimenter dapat dilihat pada pandangan
posterior dari sacrum. Permukaan anterior sacrum adalah cekung dan
memperlihatkan empat gili-gili melintang, yang menandakan tempat penggabungan
kelima vertebra sakralis.
ada ujung gili-gili ini, disetiap
sisi terdapat lubang-lubang kecil untuk dilewati urat-urat saraf. Lubang-lubang
ini disebut foramina. Apex dari sacrum bersendi dengan tulang koksigeus. Di
sisinya, sacrum bersendi dengan tulang ileum dan membentuk sendi sakro-iliaka
kanan dan kiri(Evelyn, 1999).
e)
Fisiologi
Kolumna vertebralis merupakan bagian dari
rangka batang badan. Berfungsi untuk menyalurkan berat kepala, ekstrimitas atas
dan batang badan pada tulang panggul. Juga berfungsi untuk melindungi medula
spinalis serta selaput otaknya yang mempunyai tempat di kanalis vertebralis.
Fungsi ketiga dari kolumna vertebralis adalah untuk menghasilkan
gerakan-gerakan serta menjadi tempat lekat dari otot-otot. (Bajpai, 1991)
Vertebra lumbosakaral merupakan bagian dari tulang belakang/kolumna
vertebralis yaitu susunan tulang-tulang kecil yang dinamakan ruas tulang
belakang. Tulang belakang gunanya adalah untuk menahan kepala dan alat-alat
tubuh yang lain, melindungi sumsum tulang belakang yaitu lanjutan dari sumsum
penyambung otak yang terdapat di dalam saluran tulang belakang dan tempat
tulang-tulang panggul bergantung (Amstrong, 1989).
Vertebralis lumbalis
atau ruas tulang pinggang adalah yang terbesar. Badannya lebih besar
dibandingkan badan vertebra lainnya dan berbentuk seperti ginjal. Prosesus
spinosusnya lebar, tebal, dan berbentuk seperti kapak kecil. Prosesus
transversusunya panjang dan langsing. Apophyseal joint dari lumbal lebih ke
posterior dari coronal plane, artikulasi ini dapat dilihat dengan posisi oblik.
Foramen intervertebralis dari lumbal berada ditengah dari sagital
plane.Vertebra lumbal terdiri dari dua komponen, yaitu komponen anterior yang
terdiri dari korpus, sedangkan komponen posterior yaitu arkus vertebralis yang
terdiri dari pedikel, lamina, prosesus transverses, prosesus spinosus dan
prosesus artikularis. Setiap dua korpus vertebra dipisahkan oleh discus intervertebralis
dan ditahan serta dihubungkan satu dengan yang lain oleh ligamentum. Foramina
vertebralis lumbalis berbentuk segitiga, ukurannya sedikit lebih besar dari
milik vertebra thorakalis tapi lebih kecil dari vertebra servikalis. Bagian
bawah dari medulla spinalis meluas sampai foramen vertebra lumbalis satu,
foramen vertebra lumbal lima hamya berisi kauda equina dan selaput – selaput
otak.
Prosesus transversus
berbentuk tipis dan panjang kecuali pada vertebra lumbal lima yang kuat dan
tebal. Berukuran lebih kecil daripada yang terdapat pada vertebra thorakalis. Prosesus
spinosus berbentuk tipis, lebar, tumpul dengan pinggir atas mengarah ke arah
bawah dank e arah dorsal. Prosesus ini dapat diketahui kedudukannya dengan cara
meraba atau palpasi. Prosesus artikularis superior meripakan fasies artikularis
yang sekung dan menghadap posteromedial, sebaliknya fasies artikularis
inferiornya cembung danmenghadap keanterolateralis (Ballinger,1995).
d)
Sakrum
Sakrum atau tulang kelangkang berbentuk segitiga dan terletak pada bagian bawah kolumna vertebralis, terjepit diantara kedua tulang inominata (atau tulang koxa) dan membentuk bagian belakang rongga pelvis(panggul). Dasar dari sacrum terletak di atas dan bersendi dengan vertebra lumbalis kelima dan membentuk sendi intervertebral yang khas. Tepi anterior dari basis sacrum membentuk promontorium sakralis.
Sakrum atau tulang kelangkang berbentuk segitiga dan terletak pada bagian bawah kolumna vertebralis, terjepit diantara kedua tulang inominata (atau tulang koxa) dan membentuk bagian belakang rongga pelvis(panggul). Dasar dari sacrum terletak di atas dan bersendi dengan vertebra lumbalis kelima dan membentuk sendi intervertebral yang khas. Tepi anterior dari basis sacrum membentuk promontorium sakralis.
Kanalis sakralis
terletak dibawah kanalis vertebralis (saluran tulang belakang) dan memang
lanjutan daripadanya. Dinding kanalis sakralis berlubang-lubang untuk dilalui
saraf sacral. Prosesus spinosus yang rudimenter dapat dilihat pada pandangan
posterior dari sacrum. Permukaan anterior sacrum adalah cekung dan
memperlihatkan empat gili-gili melintang, yang menandakan tempat penggabungan
kelima vertebra sakralis.
ada ujung gili-gili ini, disetiap
sisi terdapat lubang-lubang kecil untuk dilewati urat-urat saraf. Lubang-lubang
ini disebut foramina. Apex dari sacrum bersendi dengan tulang koksigeus. Di
sisinya, sacrum bersendi dengan tulang ileum dan membentuk sendi sakro-iliaka
kanan dan kiri(Evelyn, 1999).
e)
Fisiologi
Kolumna vertebralis merupakan bagian dari rangka batang badan. Berfungsi untuk menyalurkan berat kepala, ekstrimitas atas dan batang badan pada tulang panggul. Juga berfungsi untuk melindungi medula spinalis serta selaput otaknya yang mempunyai tempat di kanalis vertebralis. Fungsi ketiga dari kolumna vertebralis adalah untuk menghasilkan gerakan-gerakan serta menjadi tempat lekat dari otot-otot. (Bajpai, 1991)
Kolumna vertebralis merupakan bagian dari rangka batang badan. Berfungsi untuk menyalurkan berat kepala, ekstrimitas atas dan batang badan pada tulang panggul. Juga berfungsi untuk melindungi medula spinalis serta selaput otaknya yang mempunyai tempat di kanalis vertebralis. Fungsi ketiga dari kolumna vertebralis adalah untuk menghasilkan gerakan-gerakan serta menjadi tempat lekat dari otot-otot. (Bajpai, 1991)
Vertebra lumbosakaral merupakan bagian dari tulang belakang/kolumna
vertebralis yaitu susunan tulang-tulang kecil yang dinamakan ruas tulang
belakang. Tulang belakang gunanya adalah untuk menahan kepala dan alat-alat
tubuh yang lain, melindungi sumsum tulang belakang yaitu lanjutan dari sumsum
penyambung otak yang terdapat di dalam saluran tulang belakang dan tempat
tulang-tulang panggul bergantung (Amstrong, 1989).
f) Etiologi dan Faktor Resiko
Spondylosis lumbal muncul karena
proses penuaan atau perubahan degeneratif. Spondylosis lumbal banyak pada
usia 30 – 45 tahun dan paling banyak pada usia 45 tahun. Kondisi ini lebih
banyak menyerang pada wanita daripada laki-laki. Faktor-faktor resiko yang
dapat menyebabkan spondylosis lumbal adalah (Bruce M. Rothschild, 2009). :
a. Kebiasaan
postur yang jelek
b. Stress
mekanikal akibat pekerjaan seperti aktivitas pekerjaan yang melibatkan gerakan
mengangkat, twisting dan membawa/memindahkan barang.
c. Tipe
tubuh
Ada beberapa faktor
yang memudahkan terjadinya progresi degenerasi pada vertebra lumbal yaitu
(Kimberley Middleton and David E. Fish, 2009) :
a.
Faktor usia, beberapa
penelitian pada osteoarthritis telah menjelaskan bahwa proses penuaan merupakan
faktor resiko yang sangat kuat untuk degenerasi tulang khususnya pada tulang vertebra.
Suatu penelitian otopsi menunjukkan bahwa spondylitis deformans atau
spondylosis meningkat secara linear sekitar 0% - 72% antara usia 39 – 70 tahun.
Begitu pula, degenerasi diskus terjadi sekitar 16% pada usia 20 tahun dan sekitar
98% pada usia 70 tahun.
b. Stress
akibat aktivitas dan pekerjaan, degenerasi diskus juga berkaitan dengan
aktivitas-aktivitas tertentu. Penelitian retrospektif menunjukkan bahwa insiden
trauma pada lumbar, indeks massa tubuh, beban pada lumbal setiap hari
(twisting, mengangkat, membungkuk, postur jelek yang terus menerus), dan
vibrasi seluruh tubuh (seperti berkendaraan), semuanya
merupakan faktor yang dapat meningkatkan kemungkinan
spondylosis dan keparahan spondylosis.
c. Peran
herediter, Faktor genetik mungkin mempengaruhi formasi osteofit dan degenerasi
diskus. Penelitian Spector and MacGregor menjelaskan bahwa 50% variabilitas yang
ditemukan padaosteoarthritis berkaitan dengan faktor herediter. Kedua
penelitian tersebut telah mengevaluasi progresi dari perubahan degeneratif yang
menunjukkan bahwa sekitar ½ (47 – 66%) spondylosis berkaitan dengan faktor genetik
dan lingkungan, sedangkan hanya 2 – 10% berkaitan dengan beban fisik dan resistance
training.
d. Adaptasi
fungsional, Penelitian Humzah and Soames menjelaskan bahwa perubahan degeneratif
pada diskus berkaitan dengan beban mekanikal dan kinematik
vertebra. Osteofit mungkin terbentuk dalam proses degenerasi dan kerusakan
cartilaginous mungkin terjadi tanpa pertumbuhan osteofit. Osteofit dapat
terbentuk akibat adanya adaptasi fungsional terhadap instabilitas atau
perubahan tuntutan pada vertebra lumbar.
Spondylosis lumbal muncul karena
proses penuaan atau perubahan degeneratif. Spondylosis lumbal banyak pada
usia 30 – 45 tahun dan paling banyak pada usia 45 tahun. Kondisi ini lebih
banyak menyerang pada wanita daripada laki-laki. Faktor-faktor resiko yang
dapat menyebabkan spondylosis lumbal adalah (Bruce M. Rothschild, 2009). :
a. Kebiasaan
postur yang jelek
b. Stress
mekanikal akibat pekerjaan seperti aktivitas pekerjaan yang melibatkan gerakan
mengangkat, twisting dan membawa/memindahkan barang.
c. Tipe
tubuh
Ada beberapa faktor
yang memudahkan terjadinya progresi degenerasi pada vertebra lumbal yaitu
(Kimberley Middleton and David E. Fish, 2009) :
a.
Faktor usia, beberapa
penelitian pada osteoarthritis telah menjelaskan bahwa proses penuaan merupakan
faktor resiko yang sangat kuat untuk degenerasi tulang khususnya pada tulang vertebra.
Suatu penelitian otopsi menunjukkan bahwa spondylitis deformans atau
spondylosis meningkat secara linear sekitar 0% - 72% antara usia 39 – 70 tahun.
Begitu pula, degenerasi diskus terjadi sekitar 16% pada usia 20 tahun dan sekitar
98% pada usia 70 tahun.
b. Stress
akibat aktivitas dan pekerjaan, degenerasi diskus juga berkaitan dengan
aktivitas-aktivitas tertentu. Penelitian retrospektif menunjukkan bahwa insiden
trauma pada lumbar, indeks massa tubuh, beban pada lumbal setiap hari
(twisting, mengangkat, membungkuk, postur jelek yang terus menerus), dan
vibrasi seluruh tubuh (seperti berkendaraan), semuanya
merupakan faktor yang dapat meningkatkan kemungkinan
spondylosis dan keparahan spondylosis.
c. Peran
herediter, Faktor genetik mungkin mempengaruhi formasi osteofit dan degenerasi
diskus. Penelitian Spector and MacGregor menjelaskan bahwa 50% variabilitas yang
ditemukan padaosteoarthritis berkaitan dengan faktor herediter. Kedua
penelitian tersebut telah mengevaluasi progresi dari perubahan degeneratif yang
menunjukkan bahwa sekitar ½ (47 – 66%) spondylosis berkaitan dengan faktor genetik
dan lingkungan, sedangkan hanya 2 – 10% berkaitan dengan beban fisik dan resistance
training.
d. Adaptasi
fungsional, Penelitian Humzah and Soames menjelaskan bahwa perubahan degeneratif
pada diskus berkaitan dengan beban mekanikal dan kinematik
vertebra. Osteofit mungkin terbentuk dalam proses degenerasi dan kerusakan
cartilaginous mungkin terjadi tanpa pertumbuhan osteofit. Osteofit dapat
terbentuk akibat adanya adaptasi fungsional terhadap instabilitas atau
perubahan tuntutan pada vertebra lumbar.
g)
Patofisiologi
Perubahan patologi
yang terjadi pada diskus intervertebralis antara lain:
a. Annulus
fibrosus menjadi kasar, collagen fiber cenderung melonggar dan muncul retak
pada berbagai sisi.
b. Nucleus
pulposus kehilangan cairan
c. Tinggi
diskus berkurang
d. Perubahan
ini terjadi sebagai bagian dari proses degenerasi pada diskus dan dapat hadir
tanpa menyebabkan adanya tanda-tandadan gejala.Sedangkan pada corpus vertebra,
terjadi perubahan patologis berupa adanya lipping yang disebabkan
oleh adanya perubahan mekanisme diskus yang menghasilkan penarikan dari
periosteum dari annulus fibrosus. Dapat terjadi dekalsifikasi pada corpus yang
dapat menjadi factor predisposisi terjadinya crush fracture. Pada
ligamentum intervertebralis dapat menjadi memendek dan menebal terutama pada
daerah yang sangat mengalami perubahan. Pada selaput meningeal, durameter dari
spinal cord membentuk suatu selongsong mengelilingi akar saraf dan ini
menimbulkan inflamasi karena jarak diskus membatasi canalis
intervertebralis.Terjadi perubahan patologis pada sendi apophysial yang terkait
dengan perubahan pada osteoarthritis. Osteofit terbentuk pada margin permukaan
articular dan bersama-sama dengan penebalan kapsular, dapat menyebabkan
penekanan pada akar saraf dan mengurangi lumen pada foramen intervertebralis.
(Darlene Hertling and Randolph M. Kessler, 2006).
Perubahan patologi
yang terjadi pada diskus intervertebralis antara lain:
a. Annulus
fibrosus menjadi kasar, collagen fiber cenderung melonggar dan muncul retak
pada berbagai sisi.
b. Nucleus
pulposus kehilangan cairan
c. Tinggi
diskus berkurang
d. Perubahan
ini terjadi sebagai bagian dari proses degenerasi pada diskus dan dapat hadir
tanpa menyebabkan adanya tanda-tandadan gejala.Sedangkan pada corpus vertebra,
terjadi perubahan patologis berupa adanya lipping yang disebabkan
oleh adanya perubahan mekanisme diskus yang menghasilkan penarikan dari
periosteum dari annulus fibrosus. Dapat terjadi dekalsifikasi pada corpus yang
dapat menjadi factor predisposisi terjadinya crush fracture. Pada
ligamentum intervertebralis dapat menjadi memendek dan menebal terutama pada
daerah yang sangat mengalami perubahan. Pada selaput meningeal, durameter dari
spinal cord membentuk suatu selongsong mengelilingi akar saraf dan ini
menimbulkan inflamasi karena jarak diskus membatasi canalis
intervertebralis.Terjadi perubahan patologis pada sendi apophysial yang terkait
dengan perubahan pada osteoarthritis. Osteofit terbentuk pada margin permukaan
articular dan bersama-sama dengan penebalan kapsular, dapat menyebabkan
penekanan pada akar saraf dan mengurangi lumen pada foramen intervertebralis.
(Darlene Hertling and Randolph M. Kessler, 2006).
h)
Gambaran
klinis
Perubahan degeneratif dapat menghasilkan nyeri pada axial spine akibat iritasi
nociceptive yang diidentifikasi terdapat didalam facet joint, diskus
intervertebralis, sacroiliaca joint, akar saraf duramater, dan struktur
myofascial didalam axial spine (Kimberley Middleton and David E. Fish,
2009).Perubahan degenerasi anatomis tersebut dapat mencapai puncaknya dalam
gambaran klinis dari stenosis spinalis, atau penyempitan didalam canalis spinal
melalui pertumbuhan osteofit yang progresif, hipertropi processus articular
inferior, herniasi diskus, bulging (penonjolan) dari ligamen flavum, atau
spondylolisthesis. Gambaran klinis yang muncul berupa neurogenik claudication,
yang mencakup nyeri pinggang, nyeri tungkai, serta rasa kebas dan kelemahan
motorik pada ekstremitas bawah yang dapat diperburuk saat berdiri dan berjalan,
dan diperingan saat duduk dan tidur terlentang (Kimberley Middleton and David
E. Fish, 2009).
Karakteristik dari spondylosis lumbal adalah nyeri dan
kekakuan gerak pada pagi hari. Biasanya segmen yang terlibat lebih dari satu
segmen. Pada saat aktivitas, biasa timbul nyeri karena gerakan dapat merangsang
serabut nyeri dilapisan luar annulus fibrosus dan facet joint. Duduk dalam
waktu yang lama dapat menyebabkan nyeri dan gejala-gejala lain akibat tekanan
pada vertebra lumbar. Gerakan yang berulang seperti mengangkat beban dan
membungkuk (seperti pekerjaan manual dipabrik) dapat meningkatkan nyeri (John
J. Regan, 2010).
Perubahan degeneratif dapat menghasilkan nyeri pada axial spine akibat iritasi
nociceptive yang diidentifikasi terdapat didalam facet joint, diskus
intervertebralis, sacroiliaca joint, akar saraf duramater, dan struktur
myofascial didalam axial spine (Kimberley Middleton and David E. Fish,
2009).Perubahan degenerasi anatomis tersebut dapat mencapai puncaknya dalam
gambaran klinis dari stenosis spinalis, atau penyempitan didalam canalis spinal
melalui pertumbuhan osteofit yang progresif, hipertropi processus articular
inferior, herniasi diskus, bulging (penonjolan) dari ligamen flavum, atau
spondylolisthesis. Gambaran klinis yang muncul berupa neurogenik claudication,
yang mencakup nyeri pinggang, nyeri tungkai, serta rasa kebas dan kelemahan
motorik pada ekstremitas bawah yang dapat diperburuk saat berdiri dan berjalan,
dan diperingan saat duduk dan tidur terlentang (Kimberley Middleton and David
E. Fish, 2009).
Karakteristik dari spondylosis lumbal adalah nyeri dan
kekakuan gerak pada pagi hari. Biasanya segmen yang terlibat lebih dari satu
segmen. Pada saat aktivitas, biasa timbul nyeri karena gerakan dapat merangsang
serabut nyeri dilapisan luar annulus fibrosus dan facet joint. Duduk dalam
waktu yang lama dapat menyebabkan nyeri dan gejala-gejala lain akibat tekanan
pada vertebra lumbar. Gerakan yang berulang seperti mengangkat beban dan
membungkuk (seperti pekerjaan manual dipabrik) dapat meningkatkan nyeri (John
J. Regan, 2010).
i)
Teknik
radiografi
Dalam pemeriksaan Spondyolosis dibuat foto polos Lumbo Sakrum. Dengan menampakkan besar (ukuran) Tulang Vertebrae Lumbal Dan Sakrum.dan pada Proyeksi yang diambil antero-posterior (AP) Dan Lateral.
Teknik Pemeriksaan
Lumbosakral
Persiapan pemeriksaan
pasien
a.Persiapan Pasien
1.Pasien ganti baju
dan melepaskan benda-benda yang mengganggu gambaran radiograf.
2.Petugas menjelaskan
prosedur pemeriksaan kepada pasien.
b.Persiapan Alat dan
bahan
Alat–alat dan bahan
yang dipersiapkan dalam pemeriksaan vertebra lumbosakral antara lain :
1.Pesawat sinar-X
siap pakai
2.Kaset dan film
sinar-X sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan (30 x 40 atau 35 x 43)
3. Marker untuk
identifikasi radiograf
4.Grid atau
bucky table
5.Alat fiksasi bila diperlukan
6.Alat pengolah film
Proyeksi pemeriksaan
Ø
Proyeksi Anteroposterior
1.Tujuan : Untuk melihat patologi
lumbal, fraktur dan scoliosis.
2.Posisi Pasien : Pasien tidur
supine, kepala di atas bantal, knee fleksi.
3.Posisi Obyek :
(a) Atur MSP tegak
lurus kaset/meja pemeriksaan (jika pakai buki).
(b) Letakkan kedua
tangan diatas dada.
(c) Tidak ada rotasi
tarsal / pelvis.
Gambar. Posisi
Anteroposterior
4.Sinar
CR : Tegak lurus kaset
CP :
(a) Setinggi Krista
iliaka (interspace L4-L5) untuk memperlihatkan lumbal sacrum dan posterior
Cocygeus.
(b) Setinggi L3
(palpasi lower costal margin/4 cm di atas crista iliaka) untuk memperlihatkan
lumbal.
FFD : 100 cm
Eksposi : Ekspirasi
tahan nafas.
No
Ketebalan
Obyek
KV
MA
SEC.
1
Kurus
67
200
0,160
2
Sedang
73
200
0,160
3
Gemuk
80
200
0,160
Kriteria : Tampak vertebra lumbal, space intervertebra, prosessus spinosus
dalam satu garis pada vertebra, prosessus transversus kanan dan kiri berjarak
sama.
Ø
Proyeksi Lateral
1.Tujuan : Untuk
melihat fraktur, spondilolistesis dan osteoporosis.
2.Posisi Pasien :
Pasien lateral recumbent, kepala di atas bantal, knee fleksi, di bawah knee dan
ankle diberi pengganjal.
3.Posisi Obyek : (a)
Atur MSP tegak lurus kaset/meja pemeriksaan (jika pakai buki).
(b) Pelvis dan tarsal
true lateral
(c) Letakkan
pengganjal yang radiolussent di bawah pinggang agar vertebra lumbal sejajar
pada meja (palpasi prosessus spinosus)
Gambar. Posisi
Lateral
4.Sinar
CR : Tegak lurus kaset.
CP :
(a) Setinggi Krista
iliaka (interspace L4-L5) untuk memperlihatkan lumbal sacrum dan posterior
Cocygeus.
(b) Setinggi L3
(palpasi lower costal margin/4 cm di atas crista iliaka) untuk memperlihatkan lumbal.
SID : 100 cm
Eksposi : Ekspirasi
tahan nafas.
NO
KETEBALAN OBYEK
KV
MA
SEC.
1
Kurus
70
200
0,250
2
Sedang
75
200
0,250
3
Gemuk
83
200
0.250
Kriteria :
(a) Tampak foramen
intervertebralis L1 – L4, Corpus vertebrae, space intervertebrae, prosessus
spinosus dan L5 – S1.
(b) Tidak ada rotasi.
Dalam pemeriksaan Spondyolosis dibuat foto polos Lumbo Sakrum. Dengan menampakkan besar (ukuran) Tulang Vertebrae Lumbal Dan Sakrum.dan pada Proyeksi yang diambil antero-posterior (AP) Dan Lateral.
Teknik Pemeriksaan
Lumbosakral
Persiapan pemeriksaan
pasien
a.Persiapan Pasien
1.Pasien ganti baju
dan melepaskan benda-benda yang mengganggu gambaran radiograf.
2.Petugas menjelaskan
prosedur pemeriksaan kepada pasien.
b.Persiapan Alat dan
bahan
Alat–alat dan bahan
yang dipersiapkan dalam pemeriksaan vertebra lumbosakral antara lain :
1.Pesawat sinar-X
siap pakai
2.Kaset dan film
sinar-X sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan (30 x 40 atau 35 x 43)
3. Marker untuk
identifikasi radiograf
4.Grid atau
bucky table
5.Alat fiksasi bila diperlukan
6.Alat pengolah film
Proyeksi pemeriksaan
Ø
Proyeksi Anteroposterior
1.Tujuan : Untuk melihat patologi
lumbal, fraktur dan scoliosis.
2.Posisi Pasien : Pasien tidur supine, kepala di atas bantal, knee fleksi.
3.Posisi Obyek :
2.Posisi Pasien : Pasien tidur supine, kepala di atas bantal, knee fleksi.
3.Posisi Obyek :
(a) Atur MSP tegak
lurus kaset/meja pemeriksaan (jika pakai buki).
(b) Letakkan kedua
tangan diatas dada.
(c) Tidak ada rotasi
tarsal / pelvis.
Gambar. Posisi
Anteroposterior
4.Sinar
CR : Tegak lurus kaset
CR : Tegak lurus kaset
CP :
(a) Setinggi Krista
iliaka (interspace L4-L5) untuk memperlihatkan lumbal sacrum dan posterior
Cocygeus.
(b) Setinggi L3
(palpasi lower costal margin/4 cm di atas crista iliaka) untuk memperlihatkan
lumbal.
FFD : 100 cm
Eksposi : Ekspirasi
tahan nafas.
No
|
Ketebalan
Obyek
|
KV
|
MA
|
SEC.
|
1
|
Kurus
|
67
|
200
|
0,160
|
2
|
Sedang
|
73
|
200
|
0,160
|
3
|
Gemuk
|
80
|
200
|
0,160
|
Kriteria : Tampak vertebra lumbal, space intervertebra, prosessus spinosus dalam satu garis pada vertebra, prosessus transversus kanan dan kiri berjarak sama.
Ø
Proyeksi Lateral
1.Tujuan : Untuk
melihat fraktur, spondilolistesis dan osteoporosis.
2.Posisi Pasien :
Pasien lateral recumbent, kepala di atas bantal, knee fleksi, di bawah knee dan
ankle diberi pengganjal.
3.Posisi Obyek : (a)
Atur MSP tegak lurus kaset/meja pemeriksaan (jika pakai buki).
(b) Pelvis dan tarsal
true lateral
(c) Letakkan
pengganjal yang radiolussent di bawah pinggang agar vertebra lumbal sejajar
pada meja (palpasi prosessus spinosus)
Gambar. Posisi
Lateral
4.Sinar
CR : Tegak lurus kaset.
CP :
(a) Setinggi Krista
iliaka (interspace L4-L5) untuk memperlihatkan lumbal sacrum dan posterior
Cocygeus.
(b) Setinggi L3
(palpasi lower costal margin/4 cm di atas crista iliaka) untuk memperlihatkan lumbal.
SID : 100 cm
Eksposi : Ekspirasi
tahan nafas.
NO
|
KETEBALAN OBYEK
|
KV
|
MA
|
SEC.
|
1
|
Kurus
|
70
|
200
|
0,250
|
2
|
Sedang
|
75
|
200
|
0,250
|
3
|
Gemuk
|
83
|
200
|
0.250
|
Kriteria :
(a) Tampak foramen
intervertebralis L1 – L4, Corpus vertebrae, space intervertebrae, prosessus
spinosus dan L5 – S1.
(b) Tidak ada rotasi.
j)
Proteksi
radiasi
Proteksi Radiasi
adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan teknik kesehatan
lingkungan yaitu tentang proteksi yang perlu diberikan kepada seseorang atau
sekelompok orang terhadap kemungkinan diperolehnya akibat negatif dari radiasi
pengion.
Filosofi proteksi
radiasi yang dipakai sekarang ditetapkan oleh Komisi Internasional untuk
Proteksi Radiasi (International Commission on Radiological Protection, ICRP)
dalam suatu pernyataan yang mengatur pembatasan dosis radiasi, yang intinya
sebagai berikut:
1. Suatu kegiatan
tidak akan dilakukan kecuali mempunyai keuntungan yang positif dibandingkan
dengan risiko, yang dikenal sebagai azas.
Ø
justifikasi
2. Paparan radiasi diusahakan
pada tingkat serendah mungkin yang bisa dicapai (as low as reasonably
achievable, ALARA) dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial, yang
dikenal sebagai azas
Ø
optimasi,
3. Dosis perorangan
tidak boleh melampaui batas yang direkomendasikan oleh ICRP untuk suatu
lingkungan tertentu, yang dikenal sebagai azas.
Ø
limitasi.
Konsep untuk mencapai
suatu tingkat serendah mungkin merupakan hal mendasar yang perlu dikendalikan,
tidak hanya untuk radiasi tetapi juga untuk semua hal yang membahayakan
lingkungan. Mengingat bahwa tidak mungkin menghilangkan paparan radiasi secara
keseluruhan, maka paparan radiasi diusahakan pada tingkat yang optimal sesuai
dengan kebutuhan dan manfaat dari sisi kemanusiaan.
Menurut Bapeten,
nilai batas dosis dalam satu tahun untuk pekerja radiasi adalah 50 mSv (5rem),
sedang untuk masyarakat umum adalah 5 mSv (500 mrem). (BAPETEN,
2001):
Ø Proteksi radiasi untuk masyarakat
umum :
- Nilai batas dosis
radiasi untuk masyarakat umum adalah 5 mSv/tahun atau 1/10 dari pekerja radiasi.
- Nilai batas dosis untuk
penyinaran lokal adalah 50 mSv (5 rem) / tahun selain lensa mata 15 mSv (1,5
rem) / tahun.
- Pengantar pasien atau
perawat tidak diperbolehkan berada di dalam ruang pemeriksaan pada waktu
eksposi.
- Bangunan instalasi
radiologi dirancang sedemikian rupa sehingga radiasi hambur dapat diserap.
Ø
Proteksi radiasi untuk pasien
- Membatasi luas lapangan
penyinaran.
- Gunakan apron untuk
melindungi gonad pasien, ini seharusnya dilakukan pada pasien.
- Mengatur dosis radiasi sesuai
kondisi obyek yang akan diperiksa/meminimalisasi dosis radiasi.
- Memposisikan
pasien dengan benar sehingga dapat mengurangi terjadinya pengulangan
pemotretan.
Ø
Proteksi radiasi untuk pekerja radiasi :
- Nilai batas dosis pekerja
radiasi adalah 50 mSv/tahun atau ( 5 rem) / tahun.
- Pekerja radiasi tidak
dibenarkan memegang pasien selama eksposi.
- Hindari penyinaran
bagian-bagian yang tidak terlindungi.
- Pemakaian sarung tangan,
apron yang berlapis Pb dengan tebal 0,5 mmPb.
- Gunakan alat pengukur
radiasi.
- Periksa
perlengkapan-perlengkapan yang akan digunakan apabila ada kemungkinan bocor/rusak.
Proteksi Radiasi
adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan teknik kesehatan
lingkungan yaitu tentang proteksi yang perlu diberikan kepada seseorang atau
sekelompok orang terhadap kemungkinan diperolehnya akibat negatif dari radiasi
pengion.
Filosofi proteksi
radiasi yang dipakai sekarang ditetapkan oleh Komisi Internasional untuk
Proteksi Radiasi (International Commission on Radiological Protection, ICRP)
dalam suatu pernyataan yang mengatur pembatasan dosis radiasi, yang intinya
sebagai berikut:
1. Suatu kegiatan
tidak akan dilakukan kecuali mempunyai keuntungan yang positif dibandingkan
dengan risiko, yang dikenal sebagai azas.
Ø
justifikasi
2. Paparan radiasi diusahakan
pada tingkat serendah mungkin yang bisa dicapai (as low as reasonably
achievable, ALARA) dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial, yang
dikenal sebagai azas
Ø
optimasi,
3. Dosis perorangan
tidak boleh melampaui batas yang direkomendasikan oleh ICRP untuk suatu
lingkungan tertentu, yang dikenal sebagai azas.
Ø
limitasi.
Konsep untuk mencapai
suatu tingkat serendah mungkin merupakan hal mendasar yang perlu dikendalikan,
tidak hanya untuk radiasi tetapi juga untuk semua hal yang membahayakan
lingkungan. Mengingat bahwa tidak mungkin menghilangkan paparan radiasi secara
keseluruhan, maka paparan radiasi diusahakan pada tingkat yang optimal sesuai
dengan kebutuhan dan manfaat dari sisi kemanusiaan.
Menurut Bapeten,
nilai batas dosis dalam satu tahun untuk pekerja radiasi adalah 50 mSv (5rem),
sedang untuk masyarakat umum adalah 5 mSv (500 mrem). (BAPETEN,
2001):
Ø Proteksi radiasi untuk masyarakat
umum :
- Nilai batas dosis
radiasi untuk masyarakat umum adalah 5 mSv/tahun atau 1/10 dari pekerja radiasi.
- Nilai batas dosis untuk
penyinaran lokal adalah 50 mSv (5 rem) / tahun selain lensa mata 15 mSv (1,5
rem) / tahun.
- Pengantar pasien atau
perawat tidak diperbolehkan berada di dalam ruang pemeriksaan pada waktu
eksposi.
- Bangunan instalasi
radiologi dirancang sedemikian rupa sehingga radiasi hambur dapat diserap.
Ø
Proteksi radiasi untuk pasien
- Membatasi luas lapangan
penyinaran.
- Gunakan apron untuk
melindungi gonad pasien, ini seharusnya dilakukan pada pasien.
- Mengatur dosis radiasi sesuai
kondisi obyek yang akan diperiksa/meminimalisasi dosis radiasi.
- Memposisikan
pasien dengan benar sehingga dapat mengurangi terjadinya pengulangan
pemotretan.
Ø
Proteksi radiasi untuk pekerja radiasi :
- Nilai batas dosis pekerja
radiasi adalah 50 mSv/tahun atau ( 5 rem) / tahun.
- Pekerja radiasi tidak
dibenarkan memegang pasien selama eksposi.
- Hindari penyinaran
bagian-bagian yang tidak terlindungi.
- Pemakaian sarung tangan,
apron yang berlapis Pb dengan tebal 0,5 mmPb.
- Gunakan alat pengukur
radiasi.
- Periksa
perlengkapan-perlengkapan yang akan digunakan apabila ada kemungkinan bocor/rusak.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Spondilo berasal dari bahasa Yunani
yang berarti tulang belakang. Spondilosis lumbalis dapat diartikan perubahan
pada sendi tulang belakang dengan ciri khas bertambahnya degenerasi discus
intervertebralis yang diikuti perubahan pada tulang dan jaringan lunak, atau
dapat berarti pertumbuhan berlebihan dari tulang (osteofit), yang terutama
terletak di aspek anterior, lateral, dan kadang-kadang posterior dari tepi
superior dan inferior vertebra centralis (corpus).
Kolumna vertebralis
atau rangkaian tulang belakang adalah sebuah struktur yang lentur yang dibentuk
oleh sejumlah tulang yang disebut vertebra atau ruas tulang belakang. Diantara
tiap dua ruas tulang pada tulang belakang terdapat bantalan tulang rawan
Panjang rangkaian tulang belakang pada orang dewasa dapat mencapai 57 – 67 cm.
Seluruhnya terdapat 33 ruas tulang, 24 buah diantaranya adalah tulang-tulang
terpisah dari 19 ruas sisanya bergabung membentuk 2 tulang.
Vertebralis lumbalis
atau ruas tulang pinggang adalah yang terbesar. Badannya lebih besar
dibandingkan badan vertebra lainnya dan berbentuk seperti ginjal. Sakrum atau
tulang kelangkang berbentuk segitiga dan terletak pada bagian bawah kolumna
vertebralis, terjepit diantara kedua tulang inominata (atau tulang koxa) dan
membentuk bagian belakang rongga pelvis(panggul). Dasar dari sacrum terletak di
atas dan bersendi dengan vertebra lumbalis kelima dan membentuk sendi
intervertebral yang khas. Tepi anterior dari basis sacrum membentuk
promontorium sakralis.
Dalam pemeriksaan Spondyolosis dibuat foto polos Lumbo Sakrum. Dengan menampakkan besar (ukuran) Tulang Vertebrae Lumbal Dan Sakrum.dan pada Proyeksi yang diambil antero-posterior (AP) Dan Lateral.
Spondilo berasal dari bahasa Yunani
yang berarti tulang belakang. Spondilosis lumbalis dapat diartikan perubahan
pada sendi tulang belakang dengan ciri khas bertambahnya degenerasi discus
intervertebralis yang diikuti perubahan pada tulang dan jaringan lunak, atau
dapat berarti pertumbuhan berlebihan dari tulang (osteofit), yang terutama
terletak di aspek anterior, lateral, dan kadang-kadang posterior dari tepi
superior dan inferior vertebra centralis (corpus).
Kolumna vertebralis
atau rangkaian tulang belakang adalah sebuah struktur yang lentur yang dibentuk
oleh sejumlah tulang yang disebut vertebra atau ruas tulang belakang. Diantara
tiap dua ruas tulang pada tulang belakang terdapat bantalan tulang rawan
Panjang rangkaian tulang belakang pada orang dewasa dapat mencapai 57 – 67 cm.
Seluruhnya terdapat 33 ruas tulang, 24 buah diantaranya adalah tulang-tulang
terpisah dari 19 ruas sisanya bergabung membentuk 2 tulang.
Vertebralis lumbalis
atau ruas tulang pinggang adalah yang terbesar. Badannya lebih besar
dibandingkan badan vertebra lainnya dan berbentuk seperti ginjal. Sakrum atau
tulang kelangkang berbentuk segitiga dan terletak pada bagian bawah kolumna
vertebralis, terjepit diantara kedua tulang inominata (atau tulang koxa) dan
membentuk bagian belakang rongga pelvis(panggul). Dasar dari sacrum terletak di
atas dan bersendi dengan vertebra lumbalis kelima dan membentuk sendi
intervertebral yang khas. Tepi anterior dari basis sacrum membentuk
promontorium sakralis.
Dalam pemeriksaan Spondyolosis dibuat foto polos Lumbo Sakrum. Dengan menampakkan besar (ukuran) Tulang Vertebrae Lumbal Dan Sakrum.dan pada Proyeksi yang diambil antero-posterior (AP) Dan Lateral.
B.
SARAN
Penyusunan
laporan ini masih jauh dari kekurangan, untuk itu saya sebagai penyusun
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sehingga lapoaran ini menjadi lebih
baik dan bisa bermanfaat bagi kita semua.
Untuk
tenaga medis khususnya calon radiografer, hendaknya kita selalu memahami dan
menerapkan aplikasi dari ilmu anatomi fisiologi yang berhubungan dengan
radiologi, sehingga dalam praktiknya nanti kita dapat memberikan pelayanan yang
bermutu dan sesuai dengan standar pelayanan radiologi.
Penyusunan
laporan ini masih jauh dari kekurangan, untuk itu saya sebagai penyusun
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sehingga lapoaran ini menjadi lebih
baik dan bisa bermanfaat bagi kita semua.
Untuk
tenaga medis khususnya calon radiografer, hendaknya kita selalu memahami dan
menerapkan aplikasi dari ilmu anatomi fisiologi yang berhubungan dengan
radiologi, sehingga dalam praktiknya nanti kita dapat memberikan pelayanan yang
bermutu dan sesuai dengan standar pelayanan radiologi.
0 komentar:
Posting Komentar